Friday, September 6, 2013

Loji Prins Frederick, Jejak Yahudi dalam Perang Aceh

cats121 Loji Prins Frederick, Jejak Yahudi dalam Perang Aceh


SEJAK keruntuhan Daulah Khilafah Islamiyah di Turki pada tahun 1924, nama organisasi ini menjadi terkenal di kalangan umat Islam. Setelah sebelumnya, organisasi ini tidak terlalu diperhitungkan di dunia muslim. Kini telah banyak umat Islam yang mengenal organisasi ini, apalagi sejak banyaknya hadir buku-buku yang mengulas sepak terjang organisasi ini dalam mengacaukan tatanan sosial politik masyarakat Eropa dan Amerika pada masa pra dan pasca Perang Dunia I dan Perang Dunia II.
Ya, nama organisasi ini adalah Freemasonry atau lidah orang Belanda menyebutnya Vritsemelarij. Dan lidah orang Indonesia menyebutnya Tarekat Mason Bebas, meskipun penamaan ini tidaklah tepat. Sebelum membahas lebih jauh tentang sepak terjang Freemasonry di Aceh, ada baiknya penulis membahas sedikit tentang sejarah lahirnya Freemasonry.
Freemasonry secara resmi dibentuk dan berdiri di Inggris pada tanggal 24 Juni 1717. Oleh banyak peneliti disebutkan bahwa sebenarnya Freemasonry adalah nama lain dari organisasi Ksatria Templar atau Biarawan Sion yang ditumpas oleh gereja dan Raja Perancis, Phillip le Bel pada tahun 1307. Kelompok ini kemudian lari ke Skotlandia dan berbaur dengan serikat pekerja atau organisasi buruh. Tak hanya sampai disini, mereka juga menyusup ke dalam pemondokan-pemondokan (Lodge/Loji) para tukang batu yang disebut Mason. Semua ini dilakukan atas bantuan Raja Skotlandia saat itu King Robert The Bruce yang saat itu tidak mengakui kekuasaan Gereja Katolik sehingga di ekskomunikasikan (diluar kendali Vatikan).
Di dalam pondok inilah menjadi tempat yang aman untuk bertukar pikiran dan mengutarakan pendapat dengan bebas. Peneliti Zionisme Rizki Ridyasmara menjelaskan bahwa para pemikir bebas ini berkumpul di loji untuk bertukar pendapat dan pikiran karena merasa tidak puas dengan kekangan pengembangan ilmu pengetahuan akibat indoktrinasi Gereja Katolik di abad pertengahan di Eropa. Nah, dari sinilah kemudian muncul nama Freemason tersebut. Free berarti bebas atau merdeka, maksudnya bebas dan merdeka dari setiap pengaruh gereja dan Mason adalah bahasa Inggris untuk tukang batu atau pekerja bangunan.
Kembali lagi ke atas. Pada tanggal 24 Juni 1717, Freemasonry di Inggris juga turut mendirikan Grand Lodge of England sebagai basis utama gerakannya. Di tahun ini juga, struktur organisasi Freemasonry dibuat. Secara garis besar, ada dua tingkatan struktur dalam Freemasonry yakni Scottish Rite dan York Rite.
Pada masa era kolonialisme yang dilakukan oleh kerajaan-kerajaan di Eropa untuk menjajah Nusantara. Para anggota organisasi ini bergabung ke dalam maskapai dagang milik Belanda bernama Vereenigde Oost-Indische Compagnie (VOC). Selain merampok kekayaan alam negeri yang oleh Arysio Santos disebut sebagai Pulau Atlantis ini, Freemasonry yang berada dalam jajaran VOC juga ikut menyebarkan ajaran agama yang mereka anut, yakni ajaran Kabbalah (ajaran sihir Paganisme Mesir kuno yang dianut oleh Zionis Yahudi dan Freemasonry) ke Nusantara, termasuk ke Aceh.
Tak ketinggalan, di Aceh mereka turut mendirikan sebuah Lodge (Loji) berrnama Prins Frederick yang didirikan pada tahun 1880 dan mulai beroperasi sejak tahun 1878. Loji ini juga berfungsi sebagai rumah ibadah bagi kaum Mason dalam beribadat menyembah Iblis. Sehingga saat itu di kalangan masyarakat menyebut loji sebagai gedung/rumah setan. Tercatat hingga tahun 1880, jumlah anggota dari organisasi ini adalah kurang lebih sekitar 60 orang. Sebagian besar anggotanya berasal dari kalangan perwira militer.
Meski jejak mereka ada saat itu, namun, aktivitas Freemasonry di Aceh tidak banyak dicatat oleh sejarah. Seperti sepak terjang mereka dalam menyebarkan ide-idenya hingga mampu menarik orang Aceh untuk masuk ke dalam organisasi ini, siapa-siapa saja orang-orang Aceh yang menjadi anggota Loji Prins Frederick ini, tidak secara jelas dijelaskan oleh sejarah.
Sejarah hanya mampu mencatat tiga orang tokoh Mason di Banda Aceh, itupun dari kalangan orang Belanda sendiri. Mereka adalah Jenderal Van Der Heijden, HC Teunissen (aktivis Freemasonry Loji Prins Frederick), dan Mayor Jenderal (Mayjen) JHR Kohler. Nama pertama dan ketiga memiliki andil besar dalam pergerakan Freemasonry dan penjajahan VOC di Aceh. Sedangkan nama kedua yang penulis sebutkan diatas, perannya tidak tampak ke permukaan sejarah.
Disini, organisasi Yahudi Talmudian ini juga turut mendirikan sebuah sekolah netral untuk anak-anak di Kutaradja (Banda Aceh). Sekolah netral ini mengajarkan nilai-nilai humanisme dan juga tentang kejayaan kebudayaan Barat. Sekolah netral tak hanya didirikan di Kutaradja saja, tetapi juga didirikan di Pulau Jawa, markas besar VOC dan Freemasonry di Indonesia saat itu.
Kaum penyembah Lucifer (Iblis) ini saat berusaha menaklukkan Aceh juga turut dibantu oleh pasukan Marsose, yang dalam catatan Dokarim disebut sebagai kaum majusi. Lalu ada Snouck Hurgronje, tokoh orientalis yang bergerak di bidang perang pemikiran (propaganda). Sepak terjang Snouck sangat jelas dalam merusak ajaran Islam, utamanya yang berkembang di Aceh. Snouck membagi Islam menjadi beberapa kelompok, Islam ritual dan Islam politik. Untuk Islam ritual, dia membolehkan dijalankan. Namun untuk Islam politik, ia menyuruh pemerintah Belanda untuk membungkamnya. Seolah-olah Islam hanya mengurus persoalan ibadah ritual saja. Meskipun Snouck tidak ada lagi, namun pengaruh ajaran pemikirannya masih dapat kita temui, yang langsung atau tidak langsung diwarisi oleh rakyat Aceh saat ini.
Pada era pemerintahan Orde Lama, Presiden Soekarno telah melarang keberadaan organisasi zionis Yahudi ini lewat Lembaran Negara RI No. 18/1961. Sejak saat itu, semua Loji Freemasonry lainnya yang berada di Nusantara, akhirnya ditutup secara paksa dan segala aktivitasnya dibekukan atau berhenti secara permanen. Meski pun demikian, tampaknya hingga tahun 1900-an Loji organisasi ini masih beraktivitas di Aceh.
Semenjak disahkannya peraturan dari Presiden tersebut, secara resmi pergerakan Freemasonry dalam bentuk organisasi baik di Aceh ataupun di Indonesia secara khusus memang untuk saat ini tidak ada lagi, tetapi secara cabang organisasi Freemasonry masih menggerakkan aktivitasnya yaitu lewat organisasi Rotary Club dan Lion Club. Organisasi ini setiap tahun memberikan laporannya dan dana kepada zionis Israel. Saat proses rehabilitasi dan rekonstruksi pasca musibah Tsunami, Rotary dan Lion Club sempat memberikan bantuannya untuk bumi Seramoe Mekkah ini.
Kini, meskipun tak menggunakan payung lembaga semacam Rotary ataupun Lion Club, para anggota Freemasonry ini dipercaya masih bergerak menjalankan aksinya di Indonesia baik langsung lewat organisasi/lembaga ataupun secara pribadi demi tercapainya tatanan dunia baru yang dikuasai oleh raja mereka, Sang Al-Masih Ad-Dajjal. []

No comments:

Post a Comment