Oktober 1905 di Bulan Ramadhan: Ketika Pendiri Jemaat Ahmadiyah, Hadhrat Mirza Ghulam Ahmad ‘alaihis salaam mengadakan perjalanan dari Qadian menuju Delhi, kemudian datang permintaan dari Jemaat Ahmadiyah Amritsar agar beliau sudi pula datang ke Amritsar. Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam memenuhi permintaan mereka, dan dari Ludhiana beliau singgah di Amritsar. Di sana telah direncanakan agar beliau menyampaikan sebuah pidato di hadapan umum.
Di Amritsar banyak pihak yang memusuhi Jemaat Ahmadiyah. Dan saat itu para ulama yang mempunyai pengaruh besar menghasut masyarakat umum untuk menimbulkan keributan dan kekacauan. Pada hari pidato akan diselenggarakan, pihak yang memusuhi telah berniat mengacaukan suasana supaya pidato beliau ‘alaihis salaam tidak jadi diselenggarakan disana.
Ketika Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam tiba di tempat acara pidato itu, tampak banyak para ulama mengenakan jubah-jubah panjang berdiri di pintu gedung. Mereka menghasut masyarakat untuk menentang beliau ‘alaihis salaam. Banyak orang membawa batu. Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam terus masuk ke dalam gedung tempat diselenggarakannya pidato itu dan mulai menyampaikan pidato beliau, supaya orang-orang tidak berkesempatan untuk mencela.
Pidato baru saja berlangsung dua menit, lalu ada orang yang meletakkan secangkir teh di depan Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam. Pada waktu itu tenggorokan beliau ‘alaihis salaam sakit, dan kalau minum sedikit dan berulang-ulang tentu akan meredakan sakit tenggorokan itu. Beliau ‘alaihis salaam memberi isyarat dengan tangan supaya tidak diberi teh, tetapi mengingat sakit tenggorokan beliau itu orang-orang tersebut tetap saja menaruh teh di hadapan beliau. Kemudian Hadhrat Ahmad as meminum sedikit air teh tersebut. Sedangkan waktu itu Ramadhan, bulan puasa. Maka para ulama pun ribut menyatakan bahwa Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam bukan orang Islam, sebab tidak puasa pada bulan Ramadhan.
Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam menjawab, menurut firman Allah dalam Al-Quran, orang-orang sakit dan bepergian tidak perlu berpuasa, melainkan apabila sudah sehat atau kembali dari perjalanan, barulah boleh berpuasa. Sedangkan beliau sendiri dalam keadaan sakit serta dalam perjalanan.
Tetapi mereka yang telah emosi itu tidak mau memperhatikan penjelasan beliau. Kekacauan semakin meningkat, polisi pun tidak dapat mengendalikan suasana. Melihat keadaan itu, Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam duduk dan meminta orang lain untuk membacakan syair-syair dengan suara merdu. Hal itu berhasil juga menentramkan khalayak ramai. Kemudian beliau ‘alaihis salaam kembali berdiri dan meneruskan pidato beliau.
Namun para ulama kembali ribut dan mulai menyerang ke arah mimbar, dan polisi yang sedikit itu tidak mampu mengendalikan ribuan orang yang maju seperti ombak itu. Karena pihak keamanan tidak berdaya lagi, Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam pun menghentikan pidato beliau. Tetapi kekacauan tidak berhenti, dan mereka terus membuat keributan.
Para pejabat polisi meminta agar Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam pindah ke ruangan lain, dan meminta para petugas untuk segera mendatangkan kendaraan yang tertutup. Polisi mencegah orang-orang masuk ke ruangan yang ditempati Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam, dan dari pintu yang lain telah didatangkan kendaraan tersebut. Beliau pun keluar menaiki kendaraan itu, dan orang-orang yang mengadakan keributan tersebut mengetahui bahwa beliau akan berangkat, maka mereka serentak keluar dari gedung dan menyerbu ke arah kendaraan beliau.
Seorang dari mereka menyerang Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam dengan tongkat besar. Tetapi seorang murid beliau ‘alaihis salaam menghalangi, dan pintu kendaraan yang masih terbuka justru menghalangi tongkat tersebut, sehingga murid beliau itu hanya mengalami luka ringan saja. Sekiranya tidak demikian, tentu orang itu akan mengalami luka parah.
Kendaraan terus berangkat membawa Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam. namun pihak penentang terus saja melempari batu dari kiri dan kanan. Meski jendela kendaraan itu telah ditutup, lemparan-lemparan batu membuatnya terbuka lagi. Kami yang duduk dalam kendaraan itu menutup kembali jendela-jendela dan menahannya dengan tangan. Namun lemparan-lemparan batu itu cukup kuat sehingga jendela kendaraan tersebut berkali-kali terbuka lagi.
Dengan karunia Ilahi tidak ada yang terluka, hanya sebuah batu mengenai tangan adik saya. Polisi yang mengawal di sekelilling kendaraan itu banyak yang kena batu. Maka pihak yang berwajib mengambil tindakan untuk menjauhkan orang-orang itu. Dari depan dan belakang kendaraan itu terus dikawal oleh polisi. Bahkan ada polisi yang duduk di atap kendaraan. Dengan cepat kendaraan itu tiba di tempat kediaman beliau ‘alaihis salaam. Nafsu amarah para penentang itu bergelora, dan benyak yang berlari mengejar dari belakang kendaraan yang terus dikawal oleh polisi itu. Pada keesokan harinya Hadhrat Ahmad ‘alaihis salaam pun kembali pulang ke Qadian.
Kesaksian Putra Sang Pendiri, Hadhrat Mirza Basyiruddin Mahmud Ahmad (1889-1965) mengenai Riwayat Imam Mahdi
Dildar Rahmat
No comments:
Post a Comment