BERAGAM benda bersejarah ditemukan di kawasan heritage Samudra Pasai di Aceh Utara. Benda-benda tersebut menunjukkan adanya kehidupan yang bertamadun atau pencapaian kemajuan pada era Kerajaan Islam Samudra Pasai.
Berdasarkan data diperoleh ATJEHPOSTcom dari Central Information for Samudra Pasai Heritage atau CISAH, Minggu, 14 Juli 2013, menyebutkan, benda bersejarah tersebut antara lain Cap Sultan Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih bertuliskan, “Mamlakah Muhammad” (Kerajaan Muhammad).
Sultan Al-Malik Azh-Zhahir atau Sultan Muhammad wafat 726 Hijriah/1326 Masehi. Ia adalah putra pertama Al-Malik Ash-Shalih atau Sultan Malikussaleh. Keduanya dimakamkan di Desa Beuringen, Kecamatan Samudra, Aceh Utara.
“Cap atau stempel yang telah berusia 683 tahun itu ditemukan warga di atas pematang tambak Desa Kuta Krueng (Kecamatan Samudera, Aceh Utara) tahun 2008 silam,” kata Herman, anggota CISAH.
Benda lainnya yang sering ditemukan di kawasan heritage atau peninggalan sejarah itu berupa dirham. Di antaranya, dirham Sultan Muhammad Al-Malik Azh-Zhahir.
Ada pula dirham yang dicetak pada masa Sultan ‘Abdullah bin Mahmud bin Zainal ‘Abidin Ra-Ubabdar (Al-Malik Azh-Zhahir) wafat 914 Hijriah atau 1509 Masehi, sultan ke-18 dari Dinasti Ash-Shalihiyyah. “Dirham ini ditemukan warga Alue Ngom, kecamatan Nibong (wilayah pedalaman Aceh Utara) saat membersihkan ladangnya sekitar Januari 2009 lalu,” ujar Husaini, anggota CISAH lainnya.
Selain itu, temuan antara 2006-2009 berupa jenis-jenis mata uang Samudra Pasai dari emas, perak dan timah hitam serta benda yang diperkirakan alat mencetak tulisan pada mata uang.
Berikutnya, pecahan tembikar yang terangkat ke permukaan akibat pengerukan tanah untuk dijadikan empang ikan. Pengerukan yang dilakukan hampir sepanjang pesisir laut kawasan tinggalan sejarah ini, kata Herman, telah ikut menghilangkan data-data arkeologis yang amat diperlukan.
Tim CISAH juga menemukan sisa konstruksi sebuah bangunan terbuat dari bahan bata yang tersingkap setelah digali warga pemilik tanah di lokasi situs Kuta Krueng. Tim dari Pusat Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah turun ke lokasi ini untuk melakukan penelitian arkeologi, akhir Juni lalu.
Ada pula bejana yang ditemukan utuh oleh warga Desa Lama, Blang Mee, Kecamatan Samudera. Lalu ragam cerat ditemukan di Desa Beuringen dan Kuta Krueng sekitar tahun 2008.
Temuan lainnya berupa benda-benda upacara adat yang ditemukan sekaligus di pekarangan rumah warga Kuta Krueng, Kecamatan Samudera. Benda tersebut berupa manik-manik, koin, kalungan dari gading, kendi dan cepuk.
Hasil pengamatan tim CISAH, benda-benda tersebut diperkirakan merupakan benda yang digunakan dalam suatu upacara adat berkaitan anak yang baru lahir. Semacam “peutroen tanoeh” (penginjakan tanah) dalam adat Aceh.[]
Berdasarkan data diperoleh ATJEHPOSTcom dari Central Information for Samudra Pasai Heritage atau CISAH, Minggu, 14 Juli 2013, menyebutkan, benda bersejarah tersebut antara lain Cap Sultan Muhammad bin Al-Malik Ash-Shalih bertuliskan, “Mamlakah Muhammad” (Kerajaan Muhammad).
Sultan Al-Malik Azh-Zhahir atau Sultan Muhammad wafat 726 Hijriah/1326 Masehi. Ia adalah putra pertama Al-Malik Ash-Shalih atau Sultan Malikussaleh. Keduanya dimakamkan di Desa Beuringen, Kecamatan Samudra, Aceh Utara.
“Cap atau stempel yang telah berusia 683 tahun itu ditemukan warga di atas pematang tambak Desa Kuta Krueng (Kecamatan Samudera, Aceh Utara) tahun 2008 silam,” kata Herman, anggota CISAH.
Benda lainnya yang sering ditemukan di kawasan heritage atau peninggalan sejarah itu berupa dirham. Di antaranya, dirham Sultan Muhammad Al-Malik Azh-Zhahir.
Ada pula dirham yang dicetak pada masa Sultan ‘Abdullah bin Mahmud bin Zainal ‘Abidin Ra-Ubabdar (Al-Malik Azh-Zhahir) wafat 914 Hijriah atau 1509 Masehi, sultan ke-18 dari Dinasti Ash-Shalihiyyah. “Dirham ini ditemukan warga Alue Ngom, kecamatan Nibong (wilayah pedalaman Aceh Utara) saat membersihkan ladangnya sekitar Januari 2009 lalu,” ujar Husaini, anggota CISAH lainnya.
Selain itu, temuan antara 2006-2009 berupa jenis-jenis mata uang Samudra Pasai dari emas, perak dan timah hitam serta benda yang diperkirakan alat mencetak tulisan pada mata uang.
Berikutnya, pecahan tembikar yang terangkat ke permukaan akibat pengerukan tanah untuk dijadikan empang ikan. Pengerukan yang dilakukan hampir sepanjang pesisir laut kawasan tinggalan sejarah ini, kata Herman, telah ikut menghilangkan data-data arkeologis yang amat diperlukan.
Tim CISAH juga menemukan sisa konstruksi sebuah bangunan terbuat dari bahan bata yang tersingkap setelah digali warga pemilik tanah di lokasi situs Kuta Krueng. Tim dari Pusat Arkeologi Nasional Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sudah turun ke lokasi ini untuk melakukan penelitian arkeologi, akhir Juni lalu.
Ada pula bejana yang ditemukan utuh oleh warga Desa Lama, Blang Mee, Kecamatan Samudera. Lalu ragam cerat ditemukan di Desa Beuringen dan Kuta Krueng sekitar tahun 2008.
Temuan lainnya berupa benda-benda upacara adat yang ditemukan sekaligus di pekarangan rumah warga Kuta Krueng, Kecamatan Samudera. Benda tersebut berupa manik-manik, koin, kalungan dari gading, kendi dan cepuk.
Hasil pengamatan tim CISAH, benda-benda tersebut diperkirakan merupakan benda yang digunakan dalam suatu upacara adat berkaitan anak yang baru lahir. Semacam “peutroen tanoeh” (penginjakan tanah) dalam adat Aceh.[]
No comments:
Post a Comment