Hitler Kabur ke Indonesia
CeritanyaSahabat dekat Presiden pertama Soekarno, Horst Henry Geerken, mengungkapkan pemimpin NAZI Jerman, Adolf Hitler, pernah bekerja sama dalam hal persenjataan. Hitler pada tahun 1940-an pernah mengirim senjata lewat kapal selam.
Henry menceritakan senjata-senjata tersebut dikirim Hitler untuk Soekarno pada kurun waktu 1942 hingga 1945. “Hitler pernah membantu kirim senjata dan alat-alat militer buatan Jerman untuk Soekarno. Senjata dikirim dengan menggunakan kapal selam. Senjata ini untuk membantu para pejuang PETA di Indonesia,” ungkapnya, di Ubud Gianyar, Bali, Kamis (7/3/2013).
Kisah pengiriman senjata dari Hitler untuk Soekarno diketahui tahun 1963. Kisah itu, kata pria kelahiran Jerman tahun 1933 tersebut, disampaikan langsung oleh Bung Karno. “Soekarno bilang hal ini ke saya tahun 1963 hingga 1964, saat kita bertemu di Bali. Saat itu Bung Karno banyak bicara tentang politik,” paparnya.
Senjata-senjata tersebut dikirim ke Jakarta, Surabaya, dan Sabang di Pulau Weh. “Senjata-senjata ini dikirim langsung ke Indonesia dari Jerman lewat laut Atlantik, lewat Afrika, dengan menggunakan total 57 buah kapal selam,” jelasnya.
Henry menegaskan, Hitler mau membantu Soekarno waktu itu karena tidak senang dengan kolonialisasi Belanda di Indonesia. Komunikasi antara Soekarno dan Hitler tidak dilakukan secara langsung, tetapi lewat perantara seorang warga Jerman yang tinggal di Indonesia.
Henry menegaskan, Hitler mau membantu Soekarno waktu itu karena tidak senang dengan kolonialisasi Belanda di Indonesia. Komunikasi antara Soekarno dan Hitler tidak dilakukan secara langsung, tetapi lewat perantara seorang warga Jerman yang tinggal di Indonesia.
“Waktu pengiriman senjata itu, Hitler (Jerman) sedang berperang dengan Belanda, waktu itu Belanda sedang jajah Indonesia. Jadi Soekarno minta tolong bantuan senjata kepada pemimpin NAZI Adolf Hitler lewat orang Jerman ini. Orang Jerman ini kini punya pabrik cokelat di Indonesia,” jelas Henry.
Selain itu, Hitler juga kabur ke Indonesia setelah kalah perang di Jerman. “Yang saya tahu, Hitler tidak mati di Jerman. Ia kabur ke Indonesia. Waktu kabur ke Indonesia, pelarian Hitler dilindungi oleh militer Jepang yang saat itu masih bercokol di Indonesia,” tambahnya.
Kisah rahasia Adolf Hitler dan Soekarno ini, ujar Henry, akan diceritakan lebih jelas dalam buku baru yang sedang disusunnya. Buku kisah persahabatan Adolf Hitler dan Soekarno yang belum terungkap ke publik ini diharapkan akan selesai dan diluncurkan di Bali tahun ini.
Untuk diketahui, Horst Henry Geerken lahir di Jerman dan kuliah tehnik di Jerman dan Amerika itu tiba pertama kali di Jakarta pada 1963 dan bekerja pada perusahaan telekomunikasi Jerman Telefunken. Henry yang memiliki hubungan persahabatan erat dengan Bung Karno itu kemudian menulis buku ‘A Magic Gecko Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno’.
Senjata Peninggalan Nazi Obyek Menarik di Museum
Sosok sepucuk senapan karaben gerendel Mauser M1898K peninggalan Tentara Nazi Jerman di Jakarta yang terpajang di Museum TNI Satria Mandala Jakarta, menjadi salah satu obyek buruan pengunjung penggemar sejarah perang nasional. Mereka umumnya ingin melihat salah satu bukti, kehadiran pasukan Nazi Jerman melalui berpangkalan kapal selam (u-boat) mereka di Tanjung Priok di Jakarta pada Perang Dunia II (tahun 1944-1945).
Penggemar sejarah perang asal Bandung, Syarief dan Koko, yang mengunjungi Museum Satria Mandala, Rabu (15/11), menyebutkan, yang menjadi daya tarik lainnya, bahwa pada senapan Mauser M1898K tersebut masih ada cap elang swastika Wehrmacht. Senapan Mauser M1898K sendiri tergolong produk langka yang dipajang pada berbagai museum sejarah militer di Indonesia.
“Memang banyak yang kurang mengetahui bahkan tak percaya jika pasukan Nazi Jerman pernah ada di Indonesia pada zaman Perang Dunia II, apalagi di berbagai pelajaran sekolah tak disebut-sebut. Namun melalui peninggalan yang masih ada di museum, termasuk tampilan senapan M1898K menjadi bukti dan daya tarik penelusuran sejarah perang di Indonesia,” kata Syarief.
Hanya saja, kata mereka, sejumlah penggemar sejarah militer Indonesia juga menyesalkan, tak nampak lagi pistol mitraliur MP-40 yang merupakan ciri khas pasukan Nazi Jerman. Seingat mereka, sampai 20 tahun lalu, pernah ada museum entah di Jakarta atau Bandung, pernah memajang MP-40 pada display senjata peninggalan zaman revolusi fisik (tahun 1945-1949).
Sementara itu, beberapa petugas Museum Satria Mandala, mengatakan, mereka baru mengetahui jika di antara tampilan display ada peninggalan senjata dari Nazi Jerman. Mereka mengaku agak repot menerangkan saat sejumlah pengunjung bertanya-tanya asal-usul senjata tersebut, dan hanya dapat dijawab ini hasil rampasan dari pasukan asing tahun 1945. (A-81/kur) ***
Film Tentang Percarian Kapal Selan Nazi Jerman yang Hilang di perairan Timur Sumatra dan Selatan Jawa Barat (Pelabuhan Ratu)
Adolf Hitler Masuk Islam dan Mati di Indonesia ?
Dari sekian banyak informasi yang ada tentang kematian Hitler, tidak ada satupun yang dapat menyebutkan secara pasti apa penyebab kematian sang diktator Nazi ini.
Bagaimanakah sebenarnya akhir dari petualangan Hitler itu?
Benarkah Hitler bersama istrinya Eva Braun bunuh diri setelah minum racun sianida?
Lantas bagaimanakah hasil otopsi pihak Amerika ketika tengkorak Hitler dipamerkan pada tahun 2000 lalu, yang ternyata adalah tengkorak seorang wanita?
Dimanakah sebenarnya keberadaan Hitler setelah jatuhnya Berlin di tangan sekutu?
Beberapa Versi Tentang Kematiannya
Kisah Makam Nazi Jerman di Megamendung
Makam Tentara Nazi di Megamendung (Putri/detikTravel)
Tinggi di atas gunung, kawasan Puncak, Bogor memiliki destinasi yang mengundang misteri, yaitu makan tentara Nazi di Megamendung. Mungkin Anda juga tidak pernah menyangka sama sekali. Yuk, ke sana!
Sebelum tiba, sempat terlintas di pikiran dimanakah letak makam ini. Bertanya ke masyarakat sekitar pun tidak ada yang tahu. Pencarian semakin sulit karena hujan yang mengguyur Bogor begitu setia menemani di sepanjang perjalanan.
Di pinggir jalan dekat pertigaan Gadog, menyelip satu papan petunjuk yang bertuliskan ‘Situs Makam Jerman 4 Km’. Tanpa ragu, saya pun langsung masuk ke arah panah yang tertera di papan.
Setelah sekitar 45 menit, tiba juga saya di lokasi. Ternyata makam ini berada di daerah Arca, Desa Sukaresmi, Kecamatan Megamendung, Bogor, Jawa Barat. Dilihat dari lokasi, tak heran kalau makam Nazi hanya diketahui sedikit orang. Tempatnya jauh di lereng Gunung Pangrango, dan tertutup pepohonan tinggi.
Senang karena berhasil menemukan makam, saya pun langsung masuk. Hal pertama yang dilihat adalah sebuah tugu bertuliskan ‘Deutscher Soldatenfriedhof, Tugu Peringatan Untuk Menghormati Prajurit Jerman yang Telah Gugur’. Di depannya, berjejer rapi makan dengan nisan salib.
Perlahan, saya pun mendekati makam satu persatu. Di nisan itu tertulis nama dan pangkat masing-masing prajurit. Jika dihitung ada 10 makam di sana. Tapi sayang, tidak ada keterangan lanjut mengenai keberadaan makam ini.
Rasa penasaran semakin membuncah. Saya pun mencari keberadaan pengurus makam, Bu Nyai namanya.
“Makam ini sudah ada dari dulu, sejak bapak saya. Begitu bapak meninggal tahun 2001, terus ke ibu lanjut ke saya,” jelas Bu Nyai saat ditemui detikTravel.
Meski tidak diketahui banyak orang, ternyata makam ini rutin dikunjungi warga Jerman yang ada di Indonesia, terutama dari pihak kedutaan.
“Bulan November biasanya rutin datang, bisa sampai 70 orang. Mereka upacara di sana,” tambah Bu Nyai.
Selain warga Jerman, makam ini juga rutin dikunjungi anak sekolah. Biasanya mereka datang berkelompok.
“Anak sekolah juga suka datang, biasanya mereka ramai-ramai naik motor,” ucapnya.
Tapi sayang, Bu Nyai tidak tahu pasti sejak kapan makam ini sudah ada di sana.
“Saya tidak tahu pasti kapan ada, dari dulu sejak saya di sini sudah ada makamnya,” jelas Bu Nyai logat Sunda yang khas.
Memang tidak banyak yang tahu tentang makam ini. Tapi dari penelusuran detikTravel, sejarawan Jerman, Herwig Zahorka pernah menulis keberadaan makam dalam sejumlah artikel.
Menurutnya, dulu ada kakak beradik Jerman bernama Emil dan Theodor Hellferich membeli tanah di Sukaresmi seluas 900 hektar dan membangun perkebunan teh. Pada tahun 1926, mereka membangun tugu untuk mengenang teman-temannya yang gugur dalam PD I.
Selama membangun perkebunan teh, banyak orang Jerman lain yang bergabung dengan mereka. Ada dokter, insinyur, tukang kayu, seniman dan lain-lain. Helfferich bersaudara kembali ke Jerman pada tahun 1928 dan perkebunan teh diurus oleh Albert Vehring.
Kemudian pada 1939, Perang Dunia II meletus. Adolf Hitler yang didukung Partai Nazi menyatakan perang. Jepang yang menjadi sekutu Jerman berhasil menaklukkan Belanda pada 1943. Tentara Jerman masuk lagi ke Jawa bersama Jepang. Tentara Adolf Hitler yang ikut masuk adalah Angkatan Laut Nazi Jerman (Kriegsmarine) dari armada kapal selam (U-Boot) U-195 dan U-196. Mereka mengambil alih lagi kebun teh di Sukaresmi.
Seperti dicatat sejarah, Jerman dan Jepang kalah dalam Perang Dunia II. Para tentara Jerman ini pun gugur satu persatu, dan 10 di antaranya dimakamkan di Megamendung. Mereka adalah:
1. Letnan Friederich Steinfeld, meninggal karena disentri dalam tawanan pasukan sekutu
2. Letnan Satu Laut Willi Schlummer, dan
3. Letnan Insinyur Wilhelm Jens, keduanya gugur di tangan pejuang kemerdekaan Indonesia pada 1945 karena disangka tentara Belanda
4. Letnan Laut W Martens, terbunuh dalam perjalanan kereta api Jakarta-Bogor
5. Kopral Satu Willi Petschow, meninggal karena sakit di perkebunan teh mereka
6. Letnan Kapten Herman Tangermann meninggal karena kecelakaan
7. Dr Heinz Haake
8. Eduard Onnen
9 & 10. Dua makam ‘Unbekannt’ atau tanpa nama.
Tertarik melihat langsung kawasan ini? Sayangnya Anda harus sedikit bersabar. Longsor baru saja terjadi di Jalan Raya Puncak, Desa Ciloto, Jawa Barat pada Rabu, (9/1) pukul 16.30 WIB. Tepatnya di depan Hotel Bukit Indah. Musibah ini mengakibatkan jalur utama Puncak menuju Cipanas dan sebaliknya ditutup.
Meski lokasi longsor cukup jauh dari destinasi wisata ini, macet kemungkinan akan menghadang traveler yang akan ke kawasan puncak.
Perjalanan Ke Deutscher Soldatenfriedhof Arca Domas,
Kuburan Awak U-boat Jerman di Bogor
Jalan menuju ke Arca domas adalah menanjak dengan sebagiannya sangat curam dan berkelok tajam sehingga mobil atau motor mau tidak mau harus “ngeden” di gigi 1! Alamat lengkap lokasi pekuburan perang Jerman ini adalah: Jl. Arca Domas kampung Arca/Lija RT 04/04 desa Sukaresmi kecamatan Megamendung kabupaten Bogor provinsi Jawa BaratArca Domas bisa dicapai dari arah Simpang Gadog (arah Jakarta/Bogor) ataupun Cisarua (arah Bandung), tapi lebih mudah dari yang pertama karena tidak banyak belokan.
Dari Simpang Gadog kita sudah disambut plang bertulisan “Situs Kuburan Jerman”, dan tukang ojek yang mangkal disana hafal benar jalannya bila kita menanyakan pada mereka. Kita cukup berjalan lurus sejauh ±5km, lalu setelah menemui pangkalan angkot belok ke kanan sejauh ±3km. Foto ini saya ambil saat sudah sampai di desa Sukaresmi, dan terlihat sedang dibangun sebuah (atau beberapa) masjid. Seorang anak kecil berpakaian polisi melenggang dengan santainya, sekan-akan tidak menyadari bahwa berdiri di dekatnya manusia tertampan se-Ragunan!
Hampir di sepanjang perjalanan kita disambut oleh indahnya pemandangan kaki gunung Pangrango. Hamparan sawah mengalir dan sejuknya udara membuat perjalanan tidak terasa menjemukan, apalagi kondisi jalannya pun sudah bagus dan mulus
Ini adalah foto yang diambil dari sebuah warung kopi yang terletak berseberangan dengan Deutscher Soldatenfriedhof. Perhatikan kondisi jalannya, mulus kan? Di bagian luar, kompleks pemakaman ini ditutupi oleh beberapa pohon besar sehingga tidak terlalu kentara kelihatan dari jalan. Di latar depan kita bisa melihat jalan membelok ke sebelah kiri (dengan motor tercinta saya cuman kelihatan bokongnya doang!) yang menuju ke sebuah perkebunan bunga besar. Arah Gadog bukanlah dari tempat saya (kanan), melainkan dari arah depannya
Tepat di depan warung kopi terdapat taman bunga Hortensia kecil yang masih merupakan milik perkebunan yang saya sebutkan di atas. Ketika menanyakan nama perkebunannya, si ibu warung hanya menjawab “PT. Elesia”, tapi kemudian ketika mencoba mencarinya di internet saya tidak berhasil menemukan namanya
Ini adalah bagian depan dari Deutscher Soldatenfriedhof yang terlihat dari jalan. Kompleks pemakaman ini berada di sisi kiri jalan dan sedikit tertutupi oleh pepohonan rindang. Untung saja beberapa batu nisan yang menyembul dan monumen di sebelah kiri tengah memberi tanda bahwa kita telah sampai di lokasi tujuan
Terdapat sebuah jalan kecil berpagar tanaman yang menuju ke arah lokasi makam. Jalannya sedikit licin dan saya pun sampai harus mengeluarkan ilmu gin-kang (yang suka baca Kho Ping Hoo pasti tahu artinya!) demi menghindari terpeleset saat berjalan
Ini adalah jalan kecil yang dimaksud. Perhatikan bahwa jalan ini sebagian tertutupi lumut sehingga sangat riskan apabila berjalan atau berlari tanpa kehati-hatian! Di gerbangnya terdapat sebuah monumen sebagai penyambut tamu
Kita sudah memasuki kompleks pemakaman yang dibatasi oleh pagar tanaman. Di bagian gerbang terdapat sebuah monumen lengkap dengan tong sampahnya. Kondisi sekitarnya sendiri sangat bersih dan pagar tanaman di sekeliling mendapat perawatan teratur dari pengurus makam yang tinggal tidak jauh dari situ. Si kuncen sendiri secara rutin mendapat gaji dari Kedutaan Besar Jerman di Indonesia
Monumen yang berada di pintu gerbang makam yang memberitahu bahwa kita telah sampai di Deutscher Soldatenfriedhof (Pekuburan Prajurit Jerman). Tidak lupa di tugu peringatan ini disertakan himbauan agar menjaga kebersihan. Bayangan saat saya sedang memotret tampak terpantul di marmer, lengkap dengan sebuah makam di latar belakangnya (untung saja nggak ada ‘penampakan’ ikut berpose! Hiiiy…)
Tugu peringatan Deutscher Soldatenfriedhof difoto dari arah belakang. Terlihat deretan batu nisan berbentuk Eiserne Kreuz di latar belakang dengan dinaungi oleh pohon toge eh kamboja
Dan inilah yang menjadi daya tarik utama tempat ini: kuburan para prajurit Jerman yang meninggal di Indonesia medio 1940-an dan kemudian dikebumikan di Arca Domas. Seluruhnya terdapat 10 kuburan, dengan dua di antaranya adalah “unbekannt” (tidak dikenal)
Dua buah kuburan “unbekannt” yang berada di bagian depan. Kemungkinan besar “Grabmal des unbekannten Soldaten” (kuburan prajurit tak dikenal) ini adalah para awak U-boat pula, sama seperti kuburan rekannya yang lainSekarang kita beralih pada tiga buah kuburan yang berada di tengah kiri…
Kuburan Oblt u.LI (Oberleutnant und Leiter Ingenieur) Dr. Heinz Haake dari U-196. Lahir tanggal 21 Januari 1914 dan meninggal tanggal 30 November 1944. U-196 diberitakan hilang bersama 65 orang awaknya saat berpatroli di Selat Sunda, kemungkinan besar karena kecelakaan saat menyelam dan bukannya karena serangan oleh musuh! Haake adalah seorang dokter Kriegsmarine sekaligus perwira teknik dan pangkat lengkapnya adalah OLt.ing.Dr.Med.MOAssArzt.D.R
Kuburan Leutnant Ing. (Ingenieur) Wilhelm-August Jens. Lahir di Hamburg tanggal 7 November 1907 dan terbunuh oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia di rumah orang-orang Jerman di Bogor tanggal 12 Oktober 1945, kemungkinan karena para pejuang menyangkanya sebagai orang Belanda!
Kuburan Kptlt (Kapitänleutnant) Hermann Tangermann. Lahir di Berne tanggal 11 Oktober 1910 dan tewas dalam sebuah kecelakaan dalam perjalanan tanggal 23 Agustus 1945. Dialah orang berpangkat tertinggi yang dikuburkan di Arca Domas, dan pangkatnya setingkat kapten bila di Angkatan Darat
Sekarang ke lima buah kuburan yang terdapat di kanan tengah…Kuburan Oblt z.S. d.R. (Oberleutnant zur See der Reserve) Friedrich Steinfeldt, Kommandant U-195. Lahir di Bad Doberan tanggal 15 Desember 1914 dan meninggal karena disentri di sebuah rumah sakit di Jakarta tanggal 30 November 1945. Catatan resminya menyebutkan dia meninggal sehari sebelumnya, 29 November, dan perbedaan tanggal ini kemungkinan karena adanya perbedaan waktu antara Indonesia dan Jerman (Jakarta GMT+7). Steinfeldt bergabung dengan Kriegsmarine tahun 1940 dan, setelah menyelesaikan pelatihannya, dia bertugas di 38. Minensuch-Flotille dari bulan Desember 1941 s/d Juni 1942 ketika dia memulai pelatihan kapal selamnya. Steinfeldt lalu bergabung dengan U-371 (Kapitänleutnant Waldemar Mehl) sebagai 2WO (Perwira Pengawas Kedua) dari bulan November 1942 s/d Februari 1943. Dia meneruskan tugasnya di U-195 sebagai 1WO (Perwira Pengawas Pertama) selama 6 bulan sebelum ditransfer ke Sekolah Komandan U-boat di Neustadt bulan Agustus 1943. Setelah menyelesaikan pelatihannya bulan Oktober 1943, dia diserahi jabatan sebagai komandan sebuah kapal selam bekas Italia, UIT-21, tanggal 14 Oktober 1943. Kapal ini, yang rencananya akan dijadikan sebagai kapal transport, nyatanya tak pernah mendapat penugasan dan pada tanggal 16 April 1944 Steinfeldt mengambil-alih komando kapal lamanya, U-195, di Bordeaux, Prancis. Pada tanggal 24 Agustus 1944 dia memimpin U-195 dalam pelayaran menuju Samudera Indonesia yang berlangsung selama 119 hari! Dia berhasil berlabuh di Batavia, dan di akhir perang terpaksa menyerahkan kapalnya ke tangan Jepang di Surabaya
Kuburan Schiffszimmermann Eduard Onnen. Lahir di Bremerhaven tanggal 14 Desember 1906 dan meninggal tanggal 15 April 1945. Schiffszimmermann artinya tukang kayu kapal, yang tenaganya sewaktu-waktu dibutuhkan untuk menambal kebocoran atau memperbaiki kerusakan yang mungkin terjadi di atas kapal, terutama sewaktu mendapat serangan dari musuh
Kuburan Leutnant zur See W. Martens. Meninggal bulan Oktober 1945. Saya tidak berhasil menemukan data atau biografi singkatnya di Volksbund maupun Ubootwaffe. Satu-satunya nama yang sedikit ‘nge’tune’ adalah Leutnant zur See Wolf-Dieter Martens yang pernah bertugas di U-465, U-421 dan U-596 (dengan tak ada keterangan lahir/meninggalnya), tapi tak satu pun kapal selam yang diawakinya tercatat pernah berlayar ke Indonesia. Kesimpulannya, dia bukanlah awak U-boat dan “hanya” perwira atau staff Kriegsmarine biasa
Kuburan ObGefr (Obergefreiter) Willi Petschow. Lahir di Hamburg tanggal 31 Desember 1912 dan meninggal setelah menderita penyakit di Perkebunan Cikopo/Bogor tanggal 28 September 1945. Pangkat lengkapnya adalah Matrosen-Obergefreiter/Bootsmann
Kuburan terakhir: Oberleutnant zur See Willi Schlummer. Terbunuh oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia di rumah orang-orang Jerman di Bogor tanggal 12 Oktober 1945 bersama dengan Wilhelm Jens. Tanggal lahirnya tidak diketahui dan Volksbund pun tidak memuat datanya
Tugu peringatan utama yang terdapat di Deutscher Soldatenfriedhof Arca Domas, yang telah ada di tempat ini dari sejak sebelum pemakaman didirikan. Tugu ini didirikan untuk mengenang Deutsch-Ostasiatische Kreuzergeschwader (Skuadron Penjelajah Asia Timur Jerman) di bawah pimpinan Vizeadmiral Maximilian Reichsgraf von Spee yang hancur dalam Pertempuran di Kepulauan Falkland/Malvinas tanggal 8 Desember 1914
Tugu peringatan ini didirikan pada tahun 1926 oleh dua bersaudara Emil dan Theodor Helfferich, orang Jerman yang mendirikan Onderneming (Perkebunan) karet dan teh Tjikopo-Zuid (Cikopo Selatan) di Bogor pada bulan Februari 1911. Pada tahun 1928 kedua bersaudara ini balik ke Jerman dan menyerahkan pengelolaan perkebunannya yang luas kepada Albert Vehring dari Bielefeld, rekan mereka yang telah berpengalaman mengelola perkebunan teh di Papua
Tugu peringatan Deutsch-Ostasiatischen Geschwader ini diapit oleh tiga buah patung: Ganesha dan Kala di sisi kiri dan Buddha di sisi kanan. Konon patung ini dibeli oleh dua bersaudara Helfferich dari pengrajin pinggir jalan setelah mengunjungi Candi Prambanan serta Borobudur di Yogyakarta dan terpesona olehnya. Mereka menyertakannya di tempat ini sebagai penghargaan atas agama tua Jawa
Bukti luar biasa shahih tak terbantahkan bahwa saya, Alif Rafik Khan yang telah menginjakkan kaki di Arca Domas! Saya berangkat seorang diri ke tempat ini, dan untunglah ada segerombolan anak muda sedang mengadakan acara “liwet” sehingga saya bisa meminta bantuan kepada salah seorang di antaranya untuk mengabadikan “penampakan” seperti tampak dalam foto di atas!
Foto-foto lainnya dari Deutscher Soldatenfriedhof Arca Domas. Tempat ini luar biasa asri dan cocok untuk dijadikan lokasi berlibur. Tak heran bila penduduk sekitar pun banyak yang meluangkan waktu untuk sekedar nongkrong atau berpacaran!
Diagram sederhana dari Deutscher Soldatenfriedhof Arca Domas yang saya buat dalam kunjungan kesana. Keterangan dari nomor-nomor dalam kurung:
1. Kuburan Oberleutnant zur See Willi Schlummer
2. Kuburan Obergefreiter Willi Petschow
3. Kuburan Leutnant zur See W. Martens
4. Kuburan Schiffszimmermann Eduard Onnen
5. Kuburan Oberleutnant zur See der Reserve Friedrich Steinfeldt
6. Kuburan Kapitänleutnant Hermann Tangermann
7. Kuburan Leutnant Ingenieur Wilhelm-August Jens
8. Kuburan Oberleutnant und Leiter Ingenieur Dr. Heinz Haake
9. Kuburan Unbekannt (tak dikenal)
10. Tugu peringatan Deutscher Soldatenfriedhof
11. Tugu peringatan Deutsch-Ostasiatische Geschwader
12. Patung Buddha
13. Patung Ganesha
14. Patung Kala
15. Pagar tanaman
16. Warung kopi
17. Tong sampah
2. Kuburan Obergefreiter Willi Petschow
3. Kuburan Leutnant zur See W. Martens
4. Kuburan Schiffszimmermann Eduard Onnen
5. Kuburan Oberleutnant zur See der Reserve Friedrich Steinfeldt
6. Kuburan Kapitänleutnant Hermann Tangermann
7. Kuburan Leutnant Ingenieur Wilhelm-August Jens
8. Kuburan Oberleutnant und Leiter Ingenieur Dr. Heinz Haake
9. Kuburan Unbekannt (tak dikenal)
10. Tugu peringatan Deutscher Soldatenfriedhof
11. Tugu peringatan Deutsch-Ostasiatische Geschwader
12. Patung Buddha
13. Patung Ganesha
14. Patung Kala
15. Pagar tanaman
16. Warung kopi
17. Tong sampah
Resensi Buku:
A Magic Gecko: Indonesia di Mata Seorang Jerman
Judul : A Magic Gecko
Penulis : Horst Henry Geerken
Penerbit : Penerbit Buku Kompas
Terbit : I, Februari 2011
Tebal : 407 halaman
Harga : Rp. 86.000
Meskipun buku ini memiliki sub judul Peran CIA di Balik Jatuhnya Soekarno, namun tidak seluruh bab dalam buku ini berkaitan dengan kejatuhan Presiden Soekarno. Catatan Horst Henry Geerken mengenai hal ini hanya ditulis dalam satu bab saja. Selebihnya adalah hasil potretannya mengenai Indonesia.
Geerken, seorang pegawai sebuah perusahaan komunikasi Jerman, datang ke Indonesia di tahun 1963. Selama berada di Indonesia ia banyak mengenal karakter, kebiasaan, kecenderungan, hingga pandangan hidup orang Indonesia.
Banyak hal yang direkam oleh Geerken mengenai Indonesia. Dengan cair ia mengisahkan kembali apa yang dialami dan dirasakannya ketika bersentuhan dengan realitas Indonesia.
Pada bagian awal buku ini misalnya, Geerken banyak menceritakan keterkejutannya ketika berada di Indonesia. Perbedaan cara hidup, filosofi, sampai standar hidup, membuat ia merasa dalam sebuah kondisi hidup yang asing.
Tetapi hal itu tidak menyurutkannya untuk lebih jauh “mengalami” Indonesia. Sebab menurut pandangannya, Indonesia memiliki sisi yang menarik, terutama kehidupan masyarakatnya.
Apa yang disampaikan Geerken dalam buku ini bukanlah sekadar cerita, namun disusun agar pembaca dapat merenungkan kembali wajah asli masyarakat Indonesia. Dengan begini peta mendasar persoalan-persoalan masyarakat dapat terbaca untuk kemudian ditentukan solusinya.
Salah satu cerita hasil rekaman Geerken adalah terjadinya hal-hal yang tidak masuk akal seperti mistik, guna-guna ataupun praktik perdukunan. Hal-hal ini jauh dari rasionalitas Barat. Namun Geerken tidak dapat menolak kenyataan itu.
Pada bagian lain, Geerken sendiri menjadi saksi berbagai keanehan tersebut. Bergesernya lemari pakaian secara misterius ketika ia menginap di sebuah hotel di Tretes, Jawa Timur, adalah salah satu pengalaman Geerken dengan dunia supranatural.
Hal lain yang dikisahkan dalam buku ini adalah mengenai keterlibatan CIA dalam kejatuhan Soekarno. Menurut Geerken, secara gamblang terbukti bahwa lembaga investigasi Amerika Serikat tersebut berperan penting dalam kejatuhan Presiden Soekarno.
Bahkan lembaga yang sama ikut ambil bagian dalam “pembersihan” orang-orang yang dituduh sebagai anggota Partai Komunis Indonesia. Berbagi bantuan diberikan agar kegiatan itu dapat terlaksana. Tetapi Washington tidak pernah mengakui hal itu.
Kedekatan Geerken dengan banyak tokoh membuat kisah-kisahnya semakin bernas. Dari apa yang ditulisnya pembaca dapat belajar bagaimana manusia, terutama seorang pejabat, harus bersikap dengan realitas yang ada sekitarnya.
Namun demikian, perjumpaan Geerken dengan orang biasa pun dapat memunculkan makna. Dari orang-orang sederhana seperti itulah justru berbagai kebijaksanaan ataupun kearifan dapat dipelajari.
A Magic Gecko bukanlah risalah sosiologi ataupun sejarah. Namun dari sketsa-sketsa yang disajikan oleh Geerken kita dapat melihat wajah Indonesia. Memang tidak utuh, namun dari sinilah solusi bagi masalah-masalah bangsa dapat dimulai.***
No comments:
Post a Comment