Wednesday, July 17, 2013

Waktu Puasa dan Shalat, Bagaimana Penentuannya?


Penentuan Waktu Puasa dan Shalat | www.jadwalsholat.org/NOVAN/


Waktu puasa Ramadhan bagi umat Islam dimulai dari terbitnya fajar hingga terbenamnya Matahari. Itu berarti dari subuh hingga maghrib. Karena acuan waktunya adalah fenomena alam yang terkait gerak Matahari, lama puasa dan jadwal waktu shalat di tiap daerah berbeda dan berubah sepanjang tahun.

Awal subuh ditandai dengan terbitnya fajar astronomi di timur. Fajar astronomi yang juga disebut fajar shadiq (morning astronomical twilight) berupa pita cahaya putih kekuningan yang membentang sepanjang ufuk timur. Cahaya itu berasal dari hamburan sinar Matahari oleh partikel di bagian atas atmosfer Bumi.

Sebelum fajar astronomi, akan terlihat fajar semu. Fajar semu atau fajar kadzib (zodiacal light) tampak sebagai cahaya kuning menjulang tinggi mengikuti garis ekliptika (jalur edar semu) Matahari. Fajar semu berasal dari hamburan cahaya Matahari oleh partikel-partikel antarplanet sehingga lebih redup dibanding fajar astronomi.

Profesor Riset Astronomi-Astrofisika Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional, Thomas Djamaluddin, di Jakarta, Selasa (9/7/2013), mengatakan, fajar astronomi muncul saat ketinggian Matahari mencapai 18 derajat di bawah ufuk. Namun, Kementerian Agama menggunakan standar waktu subuh ketika Matahari di posisi lebih rendah, yaitu 20 derajat di bawah ufuk.

Kriteria waktu subuh di Indonesia lebih rendah dibanding negara-negara lain. "Namun, bukan berarti kriteria waktu subuh di Indonesia salah atau lebih cepat dari semestinya," katanya.

Penentuan munculnya fajar astronomi di setiap negara disesuaikan dengan ketebalan atmosfer di angkasanya. Ketebalan atmosfer tertinggi ada di sekitar khatulistiwa dan makin menipis ke arah kutub Bumi. Ketebalan atmosfer itu memengaruhi hamburan cahaya Matahari di atmosfer bagian atas.

Di negara-negara lintang menengah seperti Arab Saudi, Mesir, dan Pakistan, waktu fajar astronomi didefinisikan saat Matahari berada di ketinggian 19-19,5 derajat di bawah ufuk. Adapun di negara-negara lintang tinggi seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Afrika Selatan, fajar astronomi terjadi saat Matahari di ketinggian 15-16 derajat di bawah ufuk.

Waktu terbenamnya Matahari yang menandai waktu buka puasa atau awal maghrib dihitung ketika Matahari berada di ketinggian 1 derajat di bawah ufuk barat. Waktu maghrib berakhir dengan masuknya waktu isya yang ditandai dengan hilangnya senja astronomi. Senja astronomi disebut juga syafaq (cahaya kemerahan/evening astronomical twilight), yaitu saat Matahari di ketinggian 18 derajat di bawah ufuk.

Kementerian Agama memakai ketinggian Matahari 18 derajat di bawah ufuk sebagai penanda waktu isya, tidak diubah seperti dalam penentuan waktu subuh. Ketika lingkungan berubah dari terang ke gelap, mata manusia kurang peka dengan perubahan cahaya. Sebaliknya saat subuh, mata manusia menjadi lebih mudah mengamati fajar karena lingkungan berubah dari gelap ke terang.

Posisi geografis

Karena ditentukan posisi Matahari, lama waktu puasa dan jadwal shalat lima waktu di tiap daerah berbeda, bergantung pada posisi geografisnya. "Perubahan posisi Matahari yang terlihat dari Bumi dipicu dua jenis gerak Bumi yang terjadi bersamaan, yaitu berputar di porosnya dengan kemiringan sumbu 23,5 derajat dan berputar mengelilingi Matahari," kata dosen Astronomi Institut Teknologi Bandung, Moedji Raharto.

Bumi berotasi dari barat ke timur sehingga Matahari terlihat bergerak dari timur ke barat. Itu berarti, daerah di timur akan melihat Matahari lebih dahulu sehingga waktu shalat yang sama untuk wilayah timur selalu lebih dulu dibanding di barat. Subuh dan waktu buka puasa di Surabaya selalu lebih dahulu dibanding di Jakarta.

Perputaran Bumi mengelilingi Matahari menghasilkan perubahan musim sekaligus perubahan panjang waktu siang dan malam di belahan Bumi utara dan Bumi selatan. "Untuk wilayah di sekitar khatulistiwa, perubahan panjang waktu siang dan malam tak terlalu ekstrem," kata Moedji.

Bulan Juli ini, Matahari sedang berada di belahan Bumi utara sehingga mengalami musim panas dan waktu siang lebih panjang dibanding malam. Kondisi di belahan Bumi selatan sebaliknya, sedangkan musim dingin sehingga waktu malam lebih panjang dibanding siang.

Akibatnya, waktu puasa Ramadhan di London, Inggris, saat ini 17-18,5 jam dengan waktu puasa makin pendek menjelang akhir Ramadhan. Adapun di Melbourne, Australia, puasa berlangsung 11-12 jam dengan waktu puasa makin lama menjelang akhir Ramadhan.

Di Jakarta, lama puasa tahun ini 13 jam 11 menit pada awal Ramadhan dan 13 jam 13 menit pada akhir Ramadhan. Kondisi itu akan berkebalikan jika Ramadhan jatuh pada bulan Januari.

Awal bulan hijriah

Penentuan waktu shalat dan awal bulan hijriah sebenarnya sama, menerjemahkan fenomena alam ke dalam parameter astronomi yang lebih terukur. Waktu shalat memanfaatkan fenomena pergerakan Matahari, sedangkan penentuan awal bulan hijriah menggunakan penampakan hilal (Bulan sabit tipis).

Dalam penentuan waktu shalat, ormas Islam relatif menerima kriteria yang ditetapkan Kementerian Agama. Menentukan waktu shalat dengan mengamati gerak Matahari atau menggunakan jadwal yang dibuat Kementerian Agama akan menghasilkan waktu shalat yang sama.

Menurut Moedji, pemahaman manusia tentang dinamika Matahari jauh lebih baik dibanding Bulan. Observasi Matahari dan fenomena yang mengikutinya juga jauh lebih mudah dibanding mengamati hilal.

Berkaca pada satunya waktu shalat, awal bulan hijriah bisa disatukan jika kriteria visibilitas hilal atau kemungkinan terlihatnya hilal disepakati semua ormas Islam.

Editor : Yunanto Wiji Utomo

No comments:

Post a Comment