(Foto: Sciencedaily)
Ilmuwan berusaha mengungkap misteri samudera pasifik utara berusia 14 ribu tahun. Konon, samudera tersebut menyimpan teka-teki setelah beberapa ratus tahun ketika berbagai biota laut mulai berkembang pasca berakhirnya Zaman Es.
Dilansir Sciencedaily, Senin (15/7/2013), pada akhir Zaman Es, ketika dunia mulai memanas, di bagian samudera pasifik utara mulai diisi oleh organisme. Organisme tersebut seperti fitoplankton, amuba seperti foraminifera dan makhluk kecil lainnya, yang berkembang dalam jumlah besar.
Berdasarkan catatan peneliti, perkembangan organisme yang pesat tersebut berakhir secara misterius hanya beberapa ratus tahun kemudian. Para peneliti memiliki hipotesis bahwa besi memicu lonjakan kehidupan laut.
Akan tetapi, sebuah studi baru yang dipimpin oleh ilmuwan Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) dan rekan-rekannya di University of Bristol (Inggris), University of Bergen (Norwegia), Williams College serta Lamont Doherty Earth Observatory of Columbia University, menunjukkan besi tidak memainkan peran penting dalam pesatnya pertumbuhan organisme laut.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience, mengungkap bahwa mekanisme yang berbeda (badai sempurna sementara dari nutrisi dan cahaya), memacu kehidupan di pasca Zaman Es Pasifik.
Temuannya menyelesaikan konflik ide tentang hubungan antara besi dan produktivitas biologis selama periode di Pasifik Utara ini. "Banyak orang telah menempatkan banyak kepercayaan terkait besi dan pada kenyataannya, sebagai ahli kimia laut modern, saya telah membangun karir saya tentang pentingnya zat besi," jelas Phoebe Lam dari WHOI Associate Scientist.
Karena zat besi diketahui menyebabkan 'mekarnya' aktivitas biologis di Samudera Pasifik Utara saat ini, peneliti telah berasumsi bahwa zat besi memainkan peran penting pada di masa lalu. Ilmuwan meyakini bahwa gletser Zaman Es mulai mencair dan permukaan laut naik, sehingga merendam lempeng benua dan memunculkan kehidupan melalui kandungan zat besi.
"Studi ini menunjukkan beberapa kontrol pada mekarnya fitoplankton laut, bukan hanya besi," kata Ben Buesseler, ahli kimia kelautan WHOI. Ken merupakan peneliti yang memimpin sebuah lokakarya pada 2007 tentang fertilisasi zat besi modern. (fmh)
Dilansir Sciencedaily, Senin (15/7/2013), pada akhir Zaman Es, ketika dunia mulai memanas, di bagian samudera pasifik utara mulai diisi oleh organisme. Organisme tersebut seperti fitoplankton, amuba seperti foraminifera dan makhluk kecil lainnya, yang berkembang dalam jumlah besar.
Berdasarkan catatan peneliti, perkembangan organisme yang pesat tersebut berakhir secara misterius hanya beberapa ratus tahun kemudian. Para peneliti memiliki hipotesis bahwa besi memicu lonjakan kehidupan laut.
Akan tetapi, sebuah studi baru yang dipimpin oleh ilmuwan Woods Hole Oceanographic Institution (WHOI) dan rekan-rekannya di University of Bristol (Inggris), University of Bergen (Norwegia), Williams College serta Lamont Doherty Earth Observatory of Columbia University, menunjukkan besi tidak memainkan peran penting dalam pesatnya pertumbuhan organisme laut.
Penelitian yang diterbitkan dalam jurnal Nature Geoscience, mengungkap bahwa mekanisme yang berbeda (badai sempurna sementara dari nutrisi dan cahaya), memacu kehidupan di pasca Zaman Es Pasifik.
Temuannya menyelesaikan konflik ide tentang hubungan antara besi dan produktivitas biologis selama periode di Pasifik Utara ini. "Banyak orang telah menempatkan banyak kepercayaan terkait besi dan pada kenyataannya, sebagai ahli kimia laut modern, saya telah membangun karir saya tentang pentingnya zat besi," jelas Phoebe Lam dari WHOI Associate Scientist.
Karena zat besi diketahui menyebabkan 'mekarnya' aktivitas biologis di Samudera Pasifik Utara saat ini, peneliti telah berasumsi bahwa zat besi memainkan peran penting pada di masa lalu. Ilmuwan meyakini bahwa gletser Zaman Es mulai mencair dan permukaan laut naik, sehingga merendam lempeng benua dan memunculkan kehidupan melalui kandungan zat besi.
"Studi ini menunjukkan beberapa kontrol pada mekarnya fitoplankton laut, bukan hanya besi," kata Ben Buesseler, ahli kimia kelautan WHOI. Ken merupakan peneliti yang memimpin sebuah lokakarya pada 2007 tentang fertilisasi zat besi modern. (fmh)
No comments:
Post a Comment