Tim peneliti Central Information for Samudra Pasai Heritage (CISAH) Lhokseumawe, menemukan 426 batu nisan masa Kerajaan Samudera Pasai di Kemukiman Buah Kecamatan Baktiya Barat Aceh Utara. Batu nisan tersebut berasal dari zaman kerajaan Islam terbesar di Aceh yang berkuasa pada abad ke 14 hingga 16 Masehi.
"Nisan-nisan itu ditemukan di 50 titik lokasi pemakaman, yang masing-masing lokasi makam tersebut berada di enam Gampong di Kec Baktiya, yakni Gampong Paya Bateung, Lhok Incin, Blang Rheu, Meurandeh Paya, Meunasah Pante dan Paya Matang. Makam itu diperkirakan berasal dari masa antara pertengahan abad ke-14 hingga awal abad ke-16 Masehi," kata Ketua CISAH Mawardi , Minggu (14/7), di Lhokseumawe.
Dari keseluruhan 426 Nisan, Mawardi menjelaskan, sebanyak 128 makan masih terletak batu nisan pada posisi aslinya.
"Temuan batu-batu nisan itu adalah gerabah dari sisa permukiman masa tersebut, termasuk satu koin dirham bertulis Muhammad Malik Azh-Zhahir," ujar Marwadi.
Hasil data pemetaan situs di kawasan tersebut, mawardi menambahkan, suatu kenyataan bahwa kawasan tesebut merupakan permukiman yang padat dan umumnya dihuni oleh masyarakat pelaut zaman Samudra Pasai, dikarenakan letaknya yang berada di pesisir laut dan diapit oleh dua sungai dari sebelah timur dan baratnya.
"Data inskripsi dan model batu nisan juga menguatkan kenyataan bahwa kawasan itu dihuni oleh para pelaut, salah satunya adalah inskripsi nisan makam seorang wanita yang disebut sebagai juru tulis Navigator (mu"allim) Muhammad," jelasnya.
"Posisi komplek pemakaman tersebut, juga menampakkan permukiman-permukiman di kawasan tersebut telah dibangun dalam formasi yang membentuk pertahanan militer. Tidak mustahil, di kawasan ini dulunya tinggal laksamana-laksamana laut yang hebat dari zaman Samudra Pasai," tambahnya.
Lokasi penting lainnya yang ditemukan, kata Mawardi, yaitu lokasi makam yang dikenal masyarakat umum sebagai pusara Raja Tampok di Meurandeh Paya. Pusara Raja Tampok berada di atas sebuah bukit kecil atau gundukan tanah setinggi kira-kira 5 meter dan dikelilingi parit bekas galian tanah yang ditimbun menjadi bukit kecil.
"Model batu nisan di pemakaman ini rata-rata terindikasi nisan khas milik para pelaut. Tapi, tidak ada inskripsi yang menjelaskan nama-nama orang yang telah dimakamkan di tempat tersebut. Warga setempat mengatakan, sesuai hikayat, Raja Tampok merupakan ayah dari Malim Diwa yang dikenal panglima perang laut," imubuh Mawardi.
Di lokasi pemakaman ini, Mawardi menjelaskan, tampaknya dimakamkan oleh penguasa yang mengontrol kawasan yang meliputi selatan Blang Rheu, dekat Alue Paya, dan Meurandeh Paya sampai dengan Alue Pageu di selatannya. Sementara lokasi yang ketiga ialah di Matang Paya.
"Lokasi pemakaman ini disebut masyarakat setempat dengan pusara Teungku di Bayu. Ada dua makam dengan batu nisan yang berinskripsi di pemakaman ini. Kedua makam ini disebutkan milik kedua putera seorang yang bernama Fikrusyah. Keduanya adalah tokoh penting atau bahkan penguasa di kawasan tersebut sekitar penghujung abad ke-15 atau permulaan abad ke-16 M," ujar Mawardi.(Khairul Anwar)
No comments:
Post a Comment