Kenapa Medan tidak disebut Kota Melayu, atau Jawa atau Kota Cina? Kenapa harus pake nama Batak?
Ternyata yang saya dapat memang Kota Medan itu masih bagian dari Kerajaan Batak atau Keturunan dari Orang Batak.
Mari kita mulai dari sejarah Melayu Sumatera Utara (Melayu Deli) yang tidak akan lepas dari Sejarah Kerajaan Deli itu sendiri atau sering juga di Sebut Kerajaan Melayu Deli.
Deli berdiri sekitar Tahun 1630 mengutip Hikayat Deli yang mengatakan Muhammad Dalik atau dikenal juga dengan nama Gocah Pahlawan atau juga Laksamana Khuja Bintan (Laksamana Kuda Bintan), sebagai perwakilan Kesultanan Aceh di Sumatra Utara Saat ini.
Ada jarak sekitar 91 tahun berdirinya kesultanan Deli ini dengan Keruntuhan Kerajaan Batak seperti yang di Catat Fernand Mendez Pinto (1539).
Paska jatuhnya Kerajaan Batak, Aru dan Pase 1539 ketangan Aceh masih menyisakan polemik sampai saat ini tentang dimanakah letak Kerajaan Aru tersebut, dimana sebahagian masyarakat Karo di blog-blog dan forum sering menyatakan diri Sebagai bagian dari Aru.
Ada dua teori umum dari penulis-penulis yang kutip dari beberapa Sumber yang menjadikan catatan Tomi Pires : Suma Oriental sebagai Rujukan utama tentang posisi Aru, Batak dan Pase (untuk ini saya mengutip terjemahan dalam Bahasa Inggris terbitan Asian Education Service – New Delhi – India 2005), menurut Catatan Tomi Pires Kerajaan Batak itu ada diantara Aru dan Pase, berdasarkan catatan ini maka posisi kerajaan Pase tidak ada lagi perdebatan tetapi perdebatan terjadi diantara Letak Kerajaan Batak dan Letak Kerajaan Aru, berikut analisa saya:
1. Opini Satu (yang umum diketahui saat ini):
Opini ini didukung anggapan bahwa Kerajaan Tamiang adalah Kerajaan Batak Dalam hal ini seperti ada tulisan dari Leonard Y. Andana dalam, Leaves of the Same Tree: Trade and Ethnicity in the Straits of Melaka, University of Hawai’I Press – 2008, telah terjadi perdebatan dimana posisi Aru itu dan selanjutnya menjadi Deli pada Lokasi yang sama, Raja Tamiang ditulis Leonard sebagai “Raja Batak” (dia menulis dengan Tanda Kutip), dimana menurut Tomi Pires Raja Tamiang adalah menantu Raja Aru.
Maka Selanjutnya sebagian mengatakan Deli adalah adalah Lokasi dimana Kerajaan Aru dulu berdiri. Juga ada tulisan yang mengatakan letak kerajaan Aru berpindah pindah hingga ada beberapa bagian Kerajaan Aru Lengkap dengan Rajanya. Leonard Juga menulis dengan mengutip Sejarah Kerajaan Melayu secara eksplisit mengatakan bahwa Raja Aru adalah Putra Sultan Sajak, “yang turun dari Batak” (dia menulis dalam tanda kutip).
2. Opini Dua (Bisa jadi hanya sanya yang mendukung ini saat ini):
Kerajaan Tamiang adalah Bagian Kerajaan Batak Data ini mungkin penulis sendiri yang pertama kali menuliskan mengutip Catatan Perjalanan Fernand Mendez Pinto yang terjemahkan kedalam Bahasa Inggris oleh H.C Gent, tahun 1653 (catatan inilah yang dipakai oleh banyak penulis sejarah Aceh dan Aru meski penulis sendiri melihat adanya kejanggalan kenapa Sejarah Kerajaan Aru dan Aceh mengutip buku ini tapi tak ada menyinggung Kerajaan Batak? Dan apakah buku Pinto yang mereka baca adalah buku yang mengutip tulisan Pinto?
Dalam Catatan Pinto dua tempat Penting dimana tiga Putra Raja Batak tewas mempertahankannya yaitu “Jacur” (Nagur – Simalungun) lalu “Lingua” (sepertinya dekat dengan Linge atau Lingga atau Litai – adakah ini banteng Putri Hijau?), maka tentunya diantara Pase dan Aru ada setidaknya Jacur (Nagur – Simalungun Saat ini) maka artinya Kerajaan Aru itu ada didaerah Asahan saat ini. Karena di percaya beberapa pendapat mengatakan bahwa perang Aru dan Aceh di Sungai Panetican (Pinto) sekarang disebut sebagai Sungai Panei di Asahan.
Tetapi merujuk sejarah Asahan maka Nama Asahan itu sendiri berasal dari kebiasaan Raja Simargolang yang mengasah Pedang Pusakanya di “Aek Toba” sehingga disebut lah nama daerah itu Asahan dan Sungainya sungai Asahan (cat.: artinya sejak ratusan tahun lalu masyarakat sudah mengerti bahwa Sungai Asahan adalah Pembuangan air Danau Toba).
Raja Simargolang sendiri mengaku sebagai keturunan (Pomparan Raja Batak) dari keturunan Raja Borbor dan menurut sumber yang say abaca, masih ada di dapat dari cerita tua-tua disekitar Simalungun Bawah atau di daerah Pulo Raja dan Pulo Maria maupun dalam beberapa Buku Tarombo Raja Batak. Kesultanan Asahan Sendiri berdiri 1630.
Sementara Tomi Pires Menggambarkan Aru sebagai Kerajaan Maritim Kuat yang menguasai selat Malaka (Berbanding Terbalik dengan Kerajaan Batak yang hanya punya kapal Patroli tanpa adanya pelabuhan Laut – mungkin inilah awalnya disebut sebagai manusia gunung atau pedalaman karena tiadanya kehidupan di Pantai timur).
Selanjutnya Tomi Pires mencatan Bahwa Kerajaan Aru itu meliputi sebagian Tanah Minangkabau dengan Sungai Sangat Besar sepanjang Sumatra yang bisa di layari (dan sampai hari ini sungai sangat besar yang bias dilayari dari selat Malaka adalah Sungai Siak – bias dilayari sampai ke Pekan Baru).
Dalam Catatan Pinto juga ditulis Bahwa Pusat Kerajaan itu ada di Pananiu/Panaiu yang ada disisi Barat Sumatra artinya dalam pelayaran Pinto dari Malaka ke pusat Kerajaan Batak maka Perahu itu harusnya Melawati Aceh.
Beberapa Sejarawan mengatakan Pananiu ini ada di Panei – Kabupaten Padang Lawas Sumatra Utara Saat ini. Masih mengutip Pinto bahwa Tentara Batak itu di Bantu oleh Pasukan Minangkabu (dia menulis “Menancaben”), artinya Minangkabau adalah sekutu da nada garis demarkasi Suku Batak dengan Minang Saat ini dapatlah kita katakan tapal batas saat Kerajaan Batak Masih berdiri.
Nah William Marden dalam Laporannya pada Raja Inggri (History of Sumatra - 1784) Malah menulis dengan tegas Luasnya Negeri Batak Batak (dia menulis “Batta”) adalah Dibatasi oleh ke selatan Aceh dan ke selatan oleh Passaman dan daerah Merdeka Rau atau Aru (dia menulis Aru adalah Tanah Rao - penulis), tetapi lebih jelasnya ditandai dengan perpanjangan Sungai Besar Singkel (ditulis “Sinkell”)ke bagian Tamiang (ditulis “Tabooyong” pada sisi pantai dan pedalaman, Jauh Keselatan ke Air Bangis (ditulis Aye Bongey), pada sisi belakang dimulai nya Tanah Rao.
Jadi wajar donk medan itu Identik dengan Batak.
Karles
No comments:
Post a Comment