Monday, August 12, 2013

Daulah Islamiyah Pada Masa Khulafa’ur Rosyidin Adalah Negara Demokrasi Berbentuk Republik

Sudah menjadi sebuah kesepakatan, bahwa konsep dasar demokrasi adalah “ rakyat berkuasa” ( government of rule by the people ), itu artinya kekuasaan berasal dari rakyat, oleh rakyat, dan untuk rakyat. Tentu dalam pelaksaan demokrasi tersebut, nggak mungkin keseluruhan rakyat dilibatkan dalam semua pengambilan keputusan negara/pemerintah.  Diperlukan sebuah sistem yang memungkinkan beberapa orang yang dianggap bijaksana, kompeten, dan amanah, untuk mewakili mandat rakyat mengelola pemerintahan dan kehidupan bernegara. Mereka yang mengatur negara dipilih karena kedalaman ilmunya, bukan karena garis keturunan kebangsawanan. Itulah sitem republik.

Sistem seperti diurai di atas, telah dilaksanakan pada masa awal peradapan Islam, yakni pada masa kepemimpinan empat sahabat utama nabi Muhammad SAW atau yang lebih dikenal dengan Khulafa’ur Rosyidin.

Seperti tercatat dalam sejarah, sepeninggal Nabi, umat Islam dirundung kesedihan dan kebingungan. Sedih karena kehilangan suri tauladan dan pembimbing, bingung setelah Nabi siapakah yang akan menjadi pemimpin bagi kaum muslimin. Sempat terjadi ketegangan antara Kaum Anshar yang merupakan penduduk asli Madinah, dengan kaum Muhajirin yang merupakan penduduk pendatang dari Mekkah. Intinya, kaum Anshar merasa lebih berhak mewarisi kepemimpinan kaum muslim, dan sebaliknya kaum Muhajirin pun berfikir bahwa merekalah yang paling pantas memimpin.

Hingga pada tiba saatnya, kaum Muslim berdebat tentang siapa yang berhak untuk menjadi penerus kepemimpinan Islam setelah wafatnya rasul, hingga saat ini apa yang dibicarakan di dalam masa tenggang itu masih menjadi kontroversi di kalangan kaum Muslim, namun dapat dipastikan bahwa mayoritas kaum muslim yang hadir dalam musyawarah saat itu meyakini bahwa Abu Bakar Ash-Shiddiq adalah penerus kepemimpinan Islam yang akan menggantikan rasul karena sebelum Nabi Muhammad meninggal, ia dipercaya untuk menggantikan posisi Nabi Muhammad sebagai imam shalat, dan akhirnya Abu Bakar pun terpilih menjadi Khalifah pertama dalam sejarah Islam pasca wafatnya Nabi Muhammad.

Dari proses terpilihnya sahabat Abu Bakar Ash-Shiddiq tersebut, terlihatlah bahwa Kaum muslimin awal telah mampu melaksanakan ide demokrasi dan republik. Demokrasi karena Sahabat Abu Bakar dipilih oleh kaum/rakyat, republik karena dalam musyawarah tersebut berkumpul wakil-wakil kaum Anshar dan Muhajirin, dan memilih salah satu diantara mereka yang dianggap paling bijaksana dan mampu memimpin umat.

Selepas Sahabat Abu Bakar, kepemimpinan diteruskan oleh Sahabat Umar bin Khattab, kemudian oleh Sahabat Usman bin Affan, dan kemudian oleh Sahabat Ali bin Abi Thalib. Keempat sahabat nabi tersebut terpilih menjadi Khalifah melalui proses musyawarah mufakat,, sebuah bentuk perwujudan demokrasi dengan sistem perwakilan. Pun, mereka memerintah dengan melibatkan sesama Sahabat Nabi yang lainnya, sebuah pengelolaan negara yang sangat republikan.
Kekuasaan khalifah

“Siapa yang akan menggantikan Nabi Muhammad” bukanlah satu-satunya masalah yang dihadapi umat Islam saat itu; mereka juga perlu mengklarifikasi seberapa besar kekuasaan pengganti sang nabi. Rasulullah SAW, selama masa hidupnya, tidak hanya berperan sebagai pemimpin umat Islam, tetapi sebagai nabi dan pemberi keputusan untuk umat Islam. Semua hukum dan praktik spiritual ditentukan sesuai dengan yang disampaikan Nabi Muhammad. Musyawarah dilakukan pada persoalan ini untuk menentukan seberapa besar kekuasaan seorang Khalifah.

Tidak satu pun dari para khalifah yang mendapatkan wahyu dari Allah, karena Nabi Muhammad adalah nabi dan penyampai wahyu terakhir di muka bumi, tidak satu pun di antara mereka yang menyebut diri mereka sendiri sebagai nabī atau rasul. Untuk mengatasinya, wahyu Allah yang disampaikan oleh Nabi Muhammad kemudian ditulis dan dikumpulkan menjadi Al-quran, dijadikan patokan dan sumber utama hukum Islam, dan menjadi batas kekuasaan khalifah Islam. Artinya, Khalifah adalah seseorang pemimpin yang tunduk pada Al-Qur’an dan Hadis, dan kekuasaannya pun dibatasi oleh Al-Qur’an dan Hadis.

Telah jelas bahwa fungsi dan peran khalifah sebagai pengganti Rasulullah sebagai Imam bagi umatnya. Maka bagi penggantinya pun berlaku fungsi dan wewenang yang sama kecuali urusan otoritas Rasulullah sebagai Nabi dan Rasul. Kekuasaan duniawi Rasul sebelum wafat adalah berperan sebagai Hakim (penguasa) Negara Madinah yang kemudian meluas keseluruh jazirah Arab dan disebut Daulah Islamiyah.

Jadi pemaksaan pengertian bahwa Khilafah Islamiyyah haruslah berbentuk sebuah Negara Islam Kesatuan bukanlah maksud asal didirikannya khilafah ini oleh para Sahabat Nabi. Karena unsur kekuasaan ini sifatnya urusan duniawi yang secara syar’i tidak diatur, dan ini membantah propaganda dan kebohongan segelintir orang yang bernafsu pada kekuasaan dengan berkedok perjuangan syariat dan pendirian khilafah.

Akhir Khilafah Masa Khulafa’ur Rosyidin

Khilafah Daulah Islamiyah yang menerapkan prinsip demokrasi dan prinsip republik ini kemudian berakhir dengan munculnya Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang merebut kekuasaan dan berhasil mendirikan Kerajaan Bani Umayyah. Jika pada masa Khulafa’ur Rosyidin seorang Khalifah diangkat/dipilih melalui proses musyawarah mufakat, maka pada masa Bani Umayyah kekuasaan diwariskan pada anak keturunan Mu’awiyah. Tidak ada lagi demokrasi, dan sesungguhnya Khilafah telah berakhir dan digantikan oleh kerajaan. Mu’awiyah bin Abi Sufyan beserta anak keturunannya bukanlah Khalifah, melainkan raja. Dan begitulah selanjutnya datang silih berganti berbagai kerajaan menguasai peradapan Islam, seperti Kerajaan Bani Abbasyiah, Kerajaan Turki Utsmani, dan kerajaan-kerajaan lainnya.

Kesimpulan

Propaganda yang gencar dilakukan oleh ormas HTI yang ingin mewujudkan Daulah Islamiyah jelas bertentangan dengan fakta sejarah. Jika konsisten, tentu mereka seharusnya mendukung konsep NKRI dan konsep Demokrasi Pancasila yang sangat dekat dengan konsep Negara Madinah dan Piagam Madinah.

Atau memang HT ingin mendirikan sebuah kerajaan, dimana pemegang kekuasaannya hanya diantara para anggota HT saja,, dan itu diwariskan secara turun-temurun mirip dengan Bani Umayyah, Bani Abbasyiah, Kekaisaran Turki, dan lainya……. Dan membungkus nafsu angkara tersebut dengan dalil agama.

Saif A

No comments:

Post a Comment