Makam pahlawan Kolonel Hussein Yoesoef di Desa Geulumpang Payong, Kecamatan Jeumpa, Bireuen hingga Jumat 16 Agustus 2013 belum dipugar. Hussein Yoesoef adalah Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo yang berkedudukan di Bireuen.
Pantauan ATJEHPOSTcom, makam Kolonel Hussein Yoesoef yang meninggal 1978 lalu tidak lagi ditutupi semak sebagaimana beberapa waktu lalu. Belukar yang sebelumnya menutupi makam terlihat bekas dibersihkan.
Sulaiman, warga Geulumpang Payong mengatakan makam itu biasanya dibersihkan seorang warga setempat yang juga berjualan di tepi jalan kawasan kebun dan tempat pemukiman umum desa.
“Setahu kami makam tersebut sudah diajukan pemugaran ke dinas terkait sejak beberapa tahun lalu, beberapa kali pula telah ditinjau beberapa pihak tetapi sampai kini belum terealisasi,” ujar Sulaiman.
Catatan ATJEHPOSTcom menurut keterangan tokoh masyarakat seperti Ali Rasyid Djuli atau HAR Djuli, Hoesin Yoesoef asal Blang Bladeh. Dia menikahi Ummi Salamah, warga Desa Geulumpang Payong. Ummi Salamah adalah seorang tentara berpangkat Letnan Dua atau Letda. Dia mendampingi suami berperang melawan Belanda.
“Dia berpostur tinggi besar, sering memakai sepatu bot,” ujar Ali Rasyid Djuli, tokoh masyarakat Bireuen.
Kolonel Hoesin Yoesoef, kata dia, sang panglima yang mengelola Radio Rimba Raya. Dia bukan tipe penglima yang hanya doyan memberi perintah tapi juga turun langsung ke medan perang. Hal itu dilakukannya saat mempertahankan Medan Area pada agresi pertama.
Ali mengatakan ciri khas sang panglima saat ke turun lapangan yaitu berseragam lengkap. Di pinggangnya selalu terselip revolver kecil. Saat itu, kata dia, senjata belum modern seperti sekarang. Panglima adalah sosok atasan yang familiar tetapi sangat disiplin.
“Dia bukan hanya menegakkan disiplin di pasukannya, tetapi juga di keluarganya. Terlebih istrinya adalah juga pejuang berpangkat Letda, Letda Ummi Salamah namanya. Anaknya ada tiga, ketiganya laki-laki kini kabarnya sudah almarhum,” ujar Ali.
Saat menjadi Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo, Hoesin Yoesoef tinggal di Pendopo Bireuen. Sementara mess perwira di Hotel Murni, kawasan Simpang Empat Bireuen. Kini Hotel Murni itu berubah menjadi Murni Square.
Sedangkan alat perang berupa senjata dan tank yang rata-rata rampasan dari tentara Jepang, terkonsentrasi di kawasan Juli Keude Dua yang disebut tangsi militer. Untuk mengenang kawasan ini di Juli Keude Dua, tempat itu kini dibangun monumen berbentuk tank. [](bna)
Pantauan ATJEHPOSTcom, makam Kolonel Hussein Yoesoef yang meninggal 1978 lalu tidak lagi ditutupi semak sebagaimana beberapa waktu lalu. Belukar yang sebelumnya menutupi makam terlihat bekas dibersihkan.
Sulaiman, warga Geulumpang Payong mengatakan makam itu biasanya dibersihkan seorang warga setempat yang juga berjualan di tepi jalan kawasan kebun dan tempat pemukiman umum desa.
“Setahu kami makam tersebut sudah diajukan pemugaran ke dinas terkait sejak beberapa tahun lalu, beberapa kali pula telah ditinjau beberapa pihak tetapi sampai kini belum terealisasi,” ujar Sulaiman.
Catatan ATJEHPOSTcom menurut keterangan tokoh masyarakat seperti Ali Rasyid Djuli atau HAR Djuli, Hoesin Yoesoef asal Blang Bladeh. Dia menikahi Ummi Salamah, warga Desa Geulumpang Payong. Ummi Salamah adalah seorang tentara berpangkat Letnan Dua atau Letda. Dia mendampingi suami berperang melawan Belanda.
“Dia berpostur tinggi besar, sering memakai sepatu bot,” ujar Ali Rasyid Djuli, tokoh masyarakat Bireuen.
Kolonel Hoesin Yoesoef, kata dia, sang panglima yang mengelola Radio Rimba Raya. Dia bukan tipe penglima yang hanya doyan memberi perintah tapi juga turun langsung ke medan perang. Hal itu dilakukannya saat mempertahankan Medan Area pada agresi pertama.
Ali mengatakan ciri khas sang panglima saat ke turun lapangan yaitu berseragam lengkap. Di pinggangnya selalu terselip revolver kecil. Saat itu, kata dia, senjata belum modern seperti sekarang. Panglima adalah sosok atasan yang familiar tetapi sangat disiplin.
“Dia bukan hanya menegakkan disiplin di pasukannya, tetapi juga di keluarganya. Terlebih istrinya adalah juga pejuang berpangkat Letda, Letda Ummi Salamah namanya. Anaknya ada tiga, ketiganya laki-laki kini kabarnya sudah almarhum,” ujar Ali.
Saat menjadi Panglima Divisi X Komandemen Sumatera, Langkat dan Tanah Karo, Hoesin Yoesoef tinggal di Pendopo Bireuen. Sementara mess perwira di Hotel Murni, kawasan Simpang Empat Bireuen. Kini Hotel Murni itu berubah menjadi Murni Square.
Sedangkan alat perang berupa senjata dan tank yang rata-rata rampasan dari tentara Jepang, terkonsentrasi di kawasan Juli Keude Dua yang disebut tangsi militer. Untuk mengenang kawasan ini di Juli Keude Dua, tempat itu kini dibangun monumen berbentuk tank. [](bna)
No comments:
Post a Comment