Saturday, August 17, 2013

Radio diperebutkan demi Maklumat Kemerdekaan Indonesia

Dengan diam-diam, mengambil risiko tertangkap oleh Jepang, para pemuda menyelundupkan kumandang kemerdekaan ke seluruh Nusantara dan dunia.
soekarno,17 agustus 1945,indonesia merdekaIr. Soekarno (Bung Karno) didampingi Drs. Mohammad Hatta (Bung Hatta) memproklamasikan Kemerdekaan Indonesia pada hari Jum'at tanggal 17 Agustus 1945 jam 10.00 pagi di Pegangsaan Timur 56 Jakarta (sekarang jalan Proklamasi). (Wikimedia Commons)
Hanya dengan kalimat singkat, Indonesia resmi melepaskan diri dari penjajahan kala 68 tahun lalu. Kalimat yang mengatasnamakan bangsa Indonesia itu dibacakan Soekarno dan Hatta di Jl. Pegangsaan Timur 56, Jakarta.
Informasi mahapenting sebagai penanda lahirnya negara ini tidak mudah diselipkan ke luar dari Jakarta. Harus dilakukan diam-diam agar tidak memancing konfrontasi dengan Jepang. Salah-salah langkah, meregang nyawa taruhannya.
Taktik "kucing-kucingan" dengan Jepang inilah yang dilakukan para pemuda beberapa saat sesudah proklamasi disuarakan. Saat proklamasi dibacakan, Radio Jakarta dikuasai Jepang, lengkap dengan pengawasan ketat Kempeitai (polisi militer).
Pada akhirnya, pemuda-pemuda ini berhasil menyelundupkan berita proklamasi pada hari itu juga (17 Agustus 1945), sekitar jam 19.00. Kelak, para pemuda ini, Abdurachman Saleh, Maladi, dan Jusuf Ronodipuro, menyadari arti besar radio dan mempelopori berdirinya Radio Republik Indonesia (RRI) pada 19 September 1945.
Lain lagi dengan Syahrudin, telegraphis kantor berita Jepang, Domei, di Jakarta. Pemuda kurus berambut ikal ini dengan berani mengirimkan kabar kemerdekaan Indonesia ke seluruh dunia pada 17 Agustus 1945 pukul 16.00. Ia memanfaatkan peluang saat para personel Jepang di kantor berita itu beristirahat turun makan.
Kaum muda memang berperan penting dalam pencetusan proklamasi negara ini. Tersebab, berkat dorongan merekalah, Soekarno dan Hatta berani memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Para pemuda ingin agar jangan sampai Jepang menghadiahkan kemerdekaan pada kita. Tidak juga bangsa ini menunggu kedatangan Sekutu untuk mendapatkan kemerdekaan Indonesia.
Meski demikian, para pemuda masih menghargai peran Soekarno yang memilih penyataan proklamasi dengan kalimat tenang dan bersahaja. Bukan dengan kalimat berapi-api dan dramatis.
(Zika Zakiya.  Sejarah Indonesia Modern, Album Perang Kemerdekaan 1945-1950)

No comments:

Post a Comment