LEMBAGA peradilan tertinggi di Indonesia, Mahkamah Agung (MA) memasuki usia ke 68 tahun. Namun jauh sebelum itu, MA telah lahir dengan nama yang berbeda di bawah penjajahan Belanda dan Jepang.
Dikutip dari website MA, Senin 19 Agustus 2013, pada zaman penjajahan Belanda berdirilah Pengadilan Hooggerechtshof yang merupakan pengadilan tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh Indonesia.
Terbentuknya Hooggerechtshof usai jatuhnya Kaisar Napoleon melahirkan Konvensi London 1814. Dalam konvensi ini dinyatakan semua daerah-daerah jajahan Belanda yang diduduki oleh Inggris dikembalikan kepada negeri Belanda.
Pengadilan ini berdiri lewat Keputusan Gubernur Jenderal 3 Desember 1847 No.2a (St.1847 No.23 yo No.57) yang diperlakukan tanggal 1 Mei 1948 (R.O) ditetapkan bahwa susunan peradilan di Jawa dan Madura yaitu Districtgerecht, Regentschapsgerecht, Landraad, Rechtbank van Omgang, Raad van Justitie dan Hooggerechtshof.
Saat itu Hooggerechtshof terdiri dari seorang ketua dan 2 orang anggota, seorang pokrol jenderal dan 2 orang advokat jenderal. Duduk pula seorang panitera yang dibantu seorang panitera muda atau lebih.
Jika dibutuhkan maka Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hooggerechtshof tersebut dengan seorang wakil ketua dan seorang atau lebih anggota lagi. Tugas atau kewenangan Hooggerechtshof yaitu mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia, mengawasi perbuatan atau kelakuan hakim, memberi teguran-teguran apabila diperlukan dan berhak minta laporan, keterangan-keterangan dari semua pengadilan baik sipil maupun militer, pokrol jenderal dan lain pejabat penuntut umum.
Saat Belanda kalah melawan Jepang, MA saat itu berubah menjadi Saikoo Hooin. Lembaga ini kemudian dihapus pada tahun 1944 dengan Osamu Seirei (Undang-Undang) Nomor 2 tahun 1944. Segala tugasnya dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).
Saat Undang-undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia, tidak ada badan Kehakiman yang tertinggi kala itu. Satu-satunya ketentuan yang menunjuk ke arah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor 9 hingga tahun 1946, ditunjuklah kota Jakarta Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut hanya penunjukan tempatnya saja sesuai alinea II yang bunyinya: Menundjukkan sebagai tempat kedudukan Mahkamah Agung tersebut ibu kota Djakarta Raja.
Baru dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.[]
Dikutip dari website MA, Senin 19 Agustus 2013, pada zaman penjajahan Belanda berdirilah Pengadilan Hooggerechtshof yang merupakan pengadilan tertinggi dan berkedudukan di Jakarta dengan daerah hukum meliputi seluruh Indonesia.
Terbentuknya Hooggerechtshof usai jatuhnya Kaisar Napoleon melahirkan Konvensi London 1814. Dalam konvensi ini dinyatakan semua daerah-daerah jajahan Belanda yang diduduki oleh Inggris dikembalikan kepada negeri Belanda.
Pengadilan ini berdiri lewat Keputusan Gubernur Jenderal 3 Desember 1847 No.2a (St.1847 No.23 yo No.57) yang diperlakukan tanggal 1 Mei 1948 (R.O) ditetapkan bahwa susunan peradilan di Jawa dan Madura yaitu Districtgerecht, Regentschapsgerecht, Landraad, Rechtbank van Omgang, Raad van Justitie dan Hooggerechtshof.
Saat itu Hooggerechtshof terdiri dari seorang ketua dan 2 orang anggota, seorang pokrol jenderal dan 2 orang advokat jenderal. Duduk pula seorang panitera yang dibantu seorang panitera muda atau lebih.
Jika dibutuhkan maka Gubernur Jenderal dapat menambah susunan Hooggerechtshof tersebut dengan seorang wakil ketua dan seorang atau lebih anggota lagi. Tugas atau kewenangan Hooggerechtshof yaitu mengawasi jalannya peradilan di seluruh Indonesia, mengawasi perbuatan atau kelakuan hakim, memberi teguran-teguran apabila diperlukan dan berhak minta laporan, keterangan-keterangan dari semua pengadilan baik sipil maupun militer, pokrol jenderal dan lain pejabat penuntut umum.
Saat Belanda kalah melawan Jepang, MA saat itu berubah menjadi Saikoo Hooin. Lembaga ini kemudian dihapus pada tahun 1944 dengan Osamu Seirei (Undang-Undang) Nomor 2 tahun 1944. Segala tugasnya dilimpahkan kepada Kooto Hooin (Pengadilan Tinggi).
Saat Undang-undang Dasar 1945 berlaku di Indonesia, tidak ada badan Kehakiman yang tertinggi kala itu. Satu-satunya ketentuan yang menunjuk ke arah badan Kehakiman yang tertinggi adalah pasal 24 ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945.
Dengan keluarnya Penetapan Pemerintah Nomor 9 hingga tahun 1946, ditunjuklah kota Jakarta Raya sebagai kedudukan Mahkamah Agung Republik Indonesia. Peraturan tersebut hanya penunjukan tempatnya saja sesuai alinea II yang bunyinya: Menundjukkan sebagai tempat kedudukan Mahkamah Agung tersebut ibu kota Djakarta Raja.
Baru dengan Undang-Undang Nomor 7 tahun 1947 ditetapkan tentang susunan kekuasaan Mahkamah Agung dan Kejaksaaan Agung yang mulai berlaku pada tanggal 3 Maret 1947.[]
No comments:
Post a Comment